Sabtu, 16 Juni 2012

Rencana Kenaikkan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam Hubungannya Dengan Kebijakan Ekonomi dan Hukum


          Di dalam fenomena persaingan usaha nasional,terutama di era globalisasi ini tidak dapat dipungkiri terdapat issue kondisi struktural ekonomi, issue prilaku pro-persaingan atau anti-persaingan dari para pelaku usaha nasional, serta issue kebijakan persaingan usaha  nasional.
          Adapun issue yang menjadi sorotan pertama adalah perspektif ekonomi sangatlah menonjol. Selain itu issue yang kedua perspektif ekonomi terkait dengan masalah motif ekonomi dari prilaku tersebut dan perspektif hukum akan membahas ada atau tidaknya aturan (code of conduct) yang mengikat, sedangkan issue yang ketiga, sangat menonjol perspektif hukumnya.
          Oleh karena itu, dalam pembahasan issue persaingan usaha pastinya akan terdapat perspektif ekonomi dan perspektif hukumnya.
          Dalam paper ini akan dibahas secara singkat  mengenai issue terbaru tentang ekonomi/bisnis yang berkaitan dengan hukum di dalam sistem hukum nasional Indonesia. Hal ini ditujukan agar dapat mengidentifikasi posisi hukum persaingan usaha di dalam pembidangan hukum nasional sehingga pembaca tidak terperangkap pada paradigma pembidangan hukum yang telah usang.
          Kemudian akan membahas secara umum mengenai eksistensi dan issue seputar Undang-Undang No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (selanjutnya disingkat “UU No. 5 / 1999”) yang sampai saat ini dianggap sebagai hukum payung dan paling komprehensif yang mengatur issue persaingan usaha di Indonesia.
          Salah satu permasalahan yang akan dibahas dalam paper ini yaitu mengenai Rencana Kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam hubungannya dengan Kebijakan Ekonomi dan Tuntutan Kesejahteraan Rakyat.
          Dalam issue permasalahan ini yang diangkat adalah kenaikan harga bahan bakar minyak menjadi momok yang menakutkan khususnya bagi masyarakat kecil.
          Tidak hanya itu kalangan hakim pun merasa ketar-ketir menghadapi kebijakan tersebut apalagi bila pemerintah tak kunjung memperhatikan tuntutan kesejahteraan yang selama ini disuarakan para hakim.
Masalah Pokok
          Belakangan ini ketidakstabilan sosial sedang terjadi pada masyarakat Indonesia. Salah satu penyebab utamanya rencana pemerintah yang akan menaikkan harga Bahan Bakar Minyak  dan Tarif Dasar Listrik secara bertahap.
          Masyarakat semakin resah dengan keputusan tersebut. Unjuk rasa dan protes dari berbagai kalangan masyarakat terus bergulir diberbagai wilayah di Tanah Air. Disini pihak yang paling menderita dengan kenaikan harga BBM adalah rakyat kecil,karena kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan hidup akan semakin sulit.
          Disisi lain protes atas kenaikkan harga BBM dilakukan oleh kalangan pengusaha dan industri. Hal ini mengingat dampaknya akan merambah pada kenaikkan biaya produksi,biaya angkutan hingga harga saham dan memberi efek negatif pada laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Seharusnya kebijakan yang pemerintah hasilkan menciptakan kualitas kehidupan yang baik bagi rakyatnya. Jika kebijakan ini tetap akan dijalankan maka bukan kualitas hidup baik yang rakyat rasakan, namun belitan ekonomi yang mencekik yang akan dirasakan.
          Pada dasarnya kenaikan harga BBm merupakan kesalahan pemerintah dan Badan Anggota DPR yang tidak mampu  memprediksi harga minyak dunia yang ditetapkan pemerintah lebih rendah dari harga sebenarnya. Dampaknya dengan alasan defisit Anggaran pemerintah memilih menaikkan harga BBM untuk menutupi kekurangan tersebut.
          Kenaikkan harga BBM memiliki dampak sistemik diberbagai sektor yang luas bagi stabilitas negara. Beberapa perspektif diantaranya Perspektif Hukum Tata Negara dan Perspektif Ekonomi.
  1. Perspektif Hukum Tata Negara
          Berdasarkan perspektif hukum tata negara,kenaikan harga BBM merupakan kebijakan inskonstitusional. Hal ini dapat dilihat dari UU APBN Nomor 22 tahun 2011 tentang APBN tahun 2012 pada pasal 7 ayat 6 yang berbunyi bahwa harga jual eceran BBM bersubsidi tidak mengalami kenaikan.
          Pasal ini menjadi penjebak bahwa seolah-olah pemerintah tidak akan menaikkan harga BBM,padahal pasal dalam UU ini tidak pernah dibahas apalagi disetujui Komisi VII DPR RI. Disisi lain maksud pengendalian yang dimaksud dalam UU tersebut sebagai suatu single solution,yaitu pembatasan BBM bersubsidi.
          Jika merujuk pada amanat pasal 33 UUD 1945 ayat 3 yang berbunyi ”Bumi dan Air dan Kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai negara dan dipergunakan sebesar-besar kemakmuran rakyat”, BBM seharusnya dapat dinikmati oleh masyarakat dengan harga terjangkau dan merata bukan dengan harga yang tinggi.
  1. Perspektif Ekonomi
     Dari sudut pandang ekonomi kenaikkan BBM merupakan keputusan yang tidak tepat. Jika melihat APBN tahun 2010 sampai dengan APBN 2012 maka akan terlihat bahwa pemerintah akan mengarahkan pos subsidi APBN akan berkurang hingga mencapai lebih dari 3% dari 17,96% pada tahun 2011 hanya 14,72% pada tahun 2012.
     Penurunan jumlah subsidi terhadap BBM ,termasuk energi menyumbang penurunan nilai sebesar 94,28% pada APBN. Ironisnya hal ini berkebalikan dengan kenaikan anggaran belanja pegawai.
     Tidak cukup sampai disini masalah pun muncul dari oknum-oknum yang yang memanfaatkan situasi kenaikkan harga BBM dengan menimbun BBM sebanyak-banyaknya untuk meraup banyak keuntungan.
     Cara pandangnya dapat diperhitungkan secara sederhana, akankah tega mengakali kawan sendiri sesama bangsa ini, yang sama-sama sengsara, senasib, demi keuntungan kocek pribadi. Tentu menjadi pertanyaan, ketika sebagian besar elemen bangsa ini menolak kenaikan harga BBM, sebagian rakyat spekulan dan penimbun BBM ini justru menari-nari atas kenaikan harga BBM.
Akibat dari Kenaikan Harga BBM Merugikan Semua Pihak
     Perilaku rush yang terjadi pada setiap rencana kenaikan harga BBM sebetulnya berulang-ulang terjadi di negeri ini. Di Jawa yang memiliki infrastruktur distribusi BBM lebih baik juga mengalami itu. Kondisi ini sungguh menyakitkan rakyat karena menghambat pergerakan ekonomi atau keadaan emergency lainnya.
     Tidak bisa membayangkan bagaimana pasokan BBM luar Jawa yang mengandalkan transportasi kapal tongkang BBM. Risikonya menjadi berlipat dan akhirnya kepastian pasokan BBM tidak menentu.
Kini ketika harga BBM akan dinaikkan, rakyat pun merespons dengan tidak arif. Sebagian BBM kita tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan di Jawa, namun ada sekitar 20 ribu pulau yang harus mendapat BBM kendati tidak rata.
     Ketika BBM selalu saja habis di SPBU karena meningkatnya ulah spekulan dan penimbun, pada saat yang bersamaan, hak untuk masyarakat di luar Jawa akan semakin panjang antrenya untuk mendapatkan hanya seliter BBM.
Pasal-Pasal Hukuman
     Jika imbauan moral sudah tidak bisa dilakukan, tidak ada jalan lain bahwa pihak berwajib harus tegas mengambil tindakan hukum. Polisi sebetulnya dibekali Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1953 tentang Penetapan UU Darurat tentang Penimbunan Barang. Undang-undang itu adalah pengembangan UU Darurat Nomor 17/1951 untuk merespons kondisi rush periode itu. Pada pasal 5, hukuman bagi pelanggar atau penimbun sekurang-kurangnya enam tahun penjara dan objek hukumnya disita untuk negara (pasal 6).
     Pada UU Migas Nomor 22/2001, ketentuan pidana bagi pelanggar juga ada dalam pasal 53. Setiap orang yang kedapatan melakukan penyimpanan BBM tanpa izin usaha penyimpanan, maka pidana penjara tiga tahun penjara dan denda maksimal Rp 30 miliar. Ada dua hukuman sekaligus, yakni pidana kurungan (penjara) dan denda.
     Pihak SPBU pun memiliki risiko hukum sama beratnya jika melayani pembelian BBM untuk tujuan penimbunan atau spekulasi. Pasal 55 UU Migas menyebutkan bahwa pihak yang menyalahgunakan pengangkutan atau niaga BBM yang disubsidi negara potensial berhadapan dengan pidana penjara enam tahun dan denda maksimal Rp 60 miliar.
Sumber:

Krisis Kedelai dalam Hubungannya dengan Hukum Internasional yang Berlaku


          Beberapa bulan lalu isu mengenai krisis kedelai menjadi perbincangan yang tidak ada habisnya,bahkan hampir setiap stasiun televisi dalam acara berita menayangkan kondisi krisis kedelai ini yang akan menghambat perekonomian yang memakai bahan baku kedelai ini.

          Hukum internasional tidak lagi menjadi urusan para diplomat saja namun harus menjadi perhatian seluruh lapisan masyarakat. Berbagai pengaturan internasional ternyata berdampak langsung bagi kerugian petani kedelai dan produsen tahu-tempe di Indonesia.

          Salah satu penyebab dasar krisis kedelai ini adalah ketergantungan yang sangat besar terhadap kedelai impor. Ketika harga kedelai di pasar komoditi dunia naik, Pemerintah Indonesia tidak kuasa menahan kenaikan harga kedelai di dalam negeri .Ketergantungan yang berlebihan terhadap produk impor ini sudah disadari Pemerintah membahayakan ketahanan pangan.

Ketidakadilan Perjanjian Pertanian WTO

          Sistem perdagangan yang diatur dalam Perjanjian Pertanian WTO dikritik oleh banyak pihak sebagai suatu ketidakadilan global (global injustice) yang hanya mementingkan kepentingan negara maju, termasuk pada sektor pertanian.

          Perjanjian Pertanian WTO yang merupakan pondasi berlakunya liberalisasi pertanian sebenarnya memiliki tiga pilar utama: akses pasar (market access), dukungan domestik (domestic support), dan subsidi ekspor (export subsidy).

          Namun demikian, konsep liberalisasi ini hanya terfokus pada pilar pembukaan akses pasar yang menyebabkan kemudahan impor dan tarif bea masuk yang sangat murah. Hal ini yang kemudian memicu serbuan impor dan penurunan harga impor dari negara maju.Sementara itu, pilar subsidi ekspor dan dukungan domestik diabaikan.

          Selain itu, perlakuan khusus (special and differential treatment) yang diperoleh negara berkembang ternyata dianggap tidak efektif dan kurang fleksibel (Apriantono: 2007, 454). Ekspor produk pertanian dari negara berkembang pun masih terbentur perjanjian WTO lainnya yaitu mengenai sanitary dan phytosanitary (SPS) yang mengatur standar kesehatan manusia, hewan, dan tanaman. Standar internasional demikian tentu sangat sulit dipenuhi oleh petani dari negara berkembang.

          Hasilnya, pasar pertanian negara maju relatif masih tertutup dari eskpor negara berkembang. Di sisi lain, negara maju sangat menikmati liberalisasi pertanian dengan terbukanya pasar negara berkembang.

Ketidakadilan ini memicu diluncurkannya Putaran Pembangunan Doha tahun 2001 sebagai komitmen bersama negara maju dan negara berkembang untuk menjadikan perdagangan sebagai kunci dari pembangunan dan kesejahteraan


Reformasi Hukum Pertanian Internasional


          Pengurangan subsidi negara maju menjadi fokus dari proposal amandemen Perjanjian Pertanian. Indonesia sendiri menjadi motor dari kelompok G-33 yang memperjuangkan gagasan baru mengenai perlakuan khusus bagi negara berkembang.

          Gagasan tersebut tertuang ke dalam konsep Special Products (SP) yang menginginkan agar sejumlah produk pertanian memperoleh fleksibilitas penurunan tarif, dan Special Safeguard Mechanism (SSM) sebagai perlindungan sementara dari ancaman serbuan impor dan penurunan harga impor.

Tantangan Indonesia

          Dengan semakin terkaitnya aktivitas ekonomi, hukum internasional harus menjadi aspek yang tidak boleh terlupakan dalam upaya untuk membangun pertanian Indonesia yang bertujuan untuk memacu pembangunan dan menciptakan kesejahteraan.

          Hal ini tentu menjadi tantangan tersendiri bagi diplomasi Indonesia dalam membentuk hukum yang berorientasi keadilan global. Namun demikian, penguatan kapasitas domestik harus menjadi fokus yang utama karena tanpanya, Indonesia tidak mungkin memiliki sesuatu untuk diperjuangkan pada fora internasional.

IMPLIKASI HUKUM ZAKAT DALAM PEMBERDAYAAN EKONOMI

          Zakat merupakan istilah yang memiliki makna ”Bersih” dan ”Suci” yang berarti membersihkan harta dan membersihkan diri daripada sifat dengki dan dendam terhadap orang kaya.

          Zakat mempunyai suatu sistem struktural yang mampu mengatasi masalah kemiskinan dan mendorong perkembangan perekonomian masyarakat pada umumnya. Selain itu konsep zakat mempunyai relevansi dengan sistem ekonomi kerakyatan yang menguntungkan umat Islam dan dapat memberdayakan perekonominnya.
          Sebagai suatu peningkatan kesadaran dan pengamalan tentang zakat bagi masyarakat muslim dan pemerintah Indonesia, pada tahun 1999 dikeluarkanlah Undang-undang Zakat Nomor 38 tentang ”Pengelolaan Zakat” yang disahkan oleh Presiden Habibie. Namun kehadiran Undang-undang Zakat ini, tidak dirasakan oleh masyarakat implikasinya,karena hanya bersifat kesadaran bagi para muzakki dan yang diatur didalamnya adalah amil, untuk melakukan pengelolaan dan pendistribusian zakat.
          Pada dasarnya zakat memiliki fungsi dan potensi yang dapat berperan secara positif-progressif dalam gerakan ekonomi kerakyatan di Indonesia. Dalam perkembangannya zakat tidak hanya diperuntukkan bagi delapan golongan saja,bahkan di dalamnya terdapat unsur seperti yang tercantum dalam pasal 33, 27 ayat (2) dan pasal 34 UUD 1945. Adapun secara lebih luas, dana zakat dapat didistribusikan bagi sektor permodalan tanpa bunga dalam berbagai usaha-usaha ekonomi produktif dan juga zakat dapat dikembangkan dan dikelola secara professional.
          Maka zakat akan menjadi penopang utama bagi gerakan ekonomi kerakyatan, baik dalam bentuk koperasi, industri rumah tangga, atau usaha kecil menengah. Disamping itu zakat dapat diandalkan sebagai penunjang dana dan mitra pemerintah, yang saat ini sedang menggalakan berbagai macam upaya ekonomi, yang berbasis pada ekonomi kerakyatan, seperti dengan mendirikan Kredit Usaha Kecil (KUK), Kredit Usaha Kecil-Menengah (KUKM), Tabungan Kesejahteraan Keluarga (Takesra) dan Kredit Usaha Keluarga Sejahtera (Kukesra). Selain itu Zakat sebagai penunjang perkembangan pertumbuhan bagi peranan Bank Perkreditan Rakyat (BPR), Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS), Bait a1-Mal-wa Tamwil (BMT) dan Bank Muamalat Indonesia sebagai mitra usaha kelas kecil menengah, yang ditujukan bagi perbaikan ekonomi masyarakat bawah dan lemah, maka zakatpun dapat didayagunakan untuk sektor tersebut, baik dikelola langsung oleh Bazis, ataupun oleh lembaga-lembaga keuangan di atas.
          Disamping itu dana zakat sekaligus juga dapat digunakan untuk memperkuat pemodalan bagi lembaga-lembaga keuangan yang berkonsentrasi pada pemberdayaan ekonomi masyarakat kelas bawah, dimana mayoritas mereka beragama Islam. Hal tersebut juga didukung dengan kenyataan bahwa golongan fakir miskin merupakan prioritas utama dalam hal pembagian zakat .
          Kemudian jatah fakir miskin dapat didayagunakan dan dikembangkan ke segala usaha dalam multi bidang yang dapat memenuhi kebutuhan kemanusiaannya secara utuh, baik lahiriah maupun batiniah, guna rnenyelamatkan dari jerat ketidakcukupan dan mengangkat harkat serta martabat kemanusiaannya.
          Mengacu pada kondisi seperti yang diuraikan di atas, zakat dengan segala potensi daya guna dan kelebihan yang terkandung di dalamnya, kiranya dapat dikatakan memiliki relevansi yang korelatif bagi pengembangan ekonomi kerakyatan di Indonesia.
          Zakat sebagai doktrin ibadah mahdhah bagi umat Islam bersifat wajib, mengandung doktrin sosial ekonomi Islam yang merupakan antitesa terhadap sistem ekonomi riba.
          Dapat dilihat dari ayat-ayat Al-Quran yang secara tegas memerintahkan penegakkan zakat dan menjauh pengamalan-pengamalan riba. Pada QS. Al-Baqarah ayat 274, Allah menegaskan keutamaan infaq (zakat) dan membelanjakan harta di jalan yang benar, dan buruknya sistem riba. Pada ayat 275, diterangkan tentang penegasan Allah menghalalkan perdagangan dan mengharamkan riba, pada ayat 276, Allah menyatakan akan melenyapkan berkahnya riba dan menyuburkan berkahnya shadaqah (zakat). Pada ayat 277 dan surat al-baqarah Allah menegaskan bahwa zakat adalah solusi bagi ummat Islam (yang beriman) dan kehidupan yang penuh ketakutan dan kesusahan. Sistem zakat sebagai suatu sistem ekonomi dalam Islam telah dipraktekkan dan dibuktikan oleh Nabi Muhammad SAW dan pemerintahan Khulafa al-Rasidin.
          Seperti diakui oleh para cendikiawan muslim, baik berskala nasional, dan internasional, bahwa selain ketentuan ibadah murni, zakat juga merupakan kewajiban sosial berbentuk tolong menolong antara orang kaya dan orang miskin, untuk menciptakan keseimbangan sosial (equalebre socialle) dan keseimbangan ekonomi (equalebre econoinique). Sekaligus ditujukan untuk mewujudkan kesejahteraan, menciptakan keamanan dan ketentraman
          Konsep dasar zakat sebagai mekanisme redistribusi kekayaan dan golongan kaya kepada kelompok fakir dan miskin perlu mendapat intervensi pemerintah, karena ibadah zakat bersifat materil, cukup berat dilaksanakan, dan fakir miskin (golongan dhuafa) sebagai target utama pendistribusian zakat dapat dipenuhi. Mereka mayoritas rakyat, pemilik hakiki negara dan kedaulatannya.
          Hal ini perlu ditekankan, agar pemerataan ekonomi dan pembangunan dapat terealisir secara nyata,untuk lebih terarahnya pendistribusian zakat yang bertujuan pemerataan ekonomi dan pembangunan, perlu ditopang dengan suatu badan pengelola zakat yang modern dan profesional.
Merealisasikan pertanian sebagai kunci kesejahtraan rakyat dan kejayaan Negara di Indonesia, semestinya pertanian tidak hanya sebagai sektor, tapi yang ditunjang oleh semua sektor dan menjadi landasan pembangunan ekonomi Indonesia yang berkelanjutan.
          Dengan demikian diharapkan dapat terciptanya pemerataan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat, dengan meningkatnya daya beli masyarakat, dan beredarnya harta kekayaan secara berkeadilan. Pada akhirnya tercipta stabilitas sosial ekonomi, pembangunan nasional mencapai hasil maksimal yang dampaknya akan dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia.

Dari berbagai uraian di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:
Ø      Undang-undang Zakat pada dasarnya berisi beberapa hal yang ingin direalisasikan. Pertama, tentang perlu adanya badan amil zakat yang harus dibentuk pemerintah pada tingkat wilayah dan daerah sampai ke tingkat kelurahan, disamping lembaga yang dibentuk oleh yayasan atau badan swasta. Kedua, tentang pengumpulan zakat dapat dilakukan oleh badan amil dengan cara menerima atau mengambil dari muzakki atas pemberitahuannya, dan badan amil dapat bekerjasama dengan pihak bank. Undang-undang ini juga menjelaskan bahwa penghitungan harta, muzakki dapat meminta batuan pada badan amil. Undang-undang No. 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat, pasal 11, 12, dan 14.
Ø      Zakat mengandung unsur kesejahteraan bersama, seperti yang tercantum dalam pasal 33, 27 ayat (2) dan pasal 34 UUD 1945. Bahkan secara lebih luas, dana zakat dapat didistribusikan bagi sektor permodalan tanpa bunga dalam berbagai usaha-usaha ekonomi produktif.
Bunyi pasal 33 adalah: Ayat 1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan; Ayat 2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hidup orang banyak dikuasai oleh negara; Ayat 3). Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pasal 27 ayat. (2) berbunyi: Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Adapun pasal 34 berbunyi: Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh Negara

Sumber :
Ekonomi Kerakyatan dan Daya Dukungan Hukum, dalam Republika, edisi 12 November 1998
Konsep Pengembangan Ekonomi Ummat di Indonesia, dalam Adi Sasono et.al., Solusi Atas Problematika Ummat, (Jakarta: Gema Insani Press, 1998), hlm. 75-77.
Syechul Hadi Permono. Pendayagunaan Zakat dalam Rangka Pembangunan Nasiona,l (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1995), hlm 59.

KASUS PENYELUNDUPAN PAKAIAN BEKAS DI JAWA TIMUR

KASUS PENYELUNDUPAN PAKAIAN BEKAS DI JAWA TIMUR

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DCBJ) Jawa Timur I kembali menggagalkan penyelundupan pakaian bekas sebanyak 34 kontainer. Jumlah tersebut senilai Rp3 miliar. Belum diketahui dari mana barang-barang itu berasal karena si penyelundup menggunakan modus baru.

Menurut Kabid Penindakan dan Penyidikan Kantor Wilayah DJBC Jatim I Eko Darmanto pakaian tersebut belum diketahui darimana didatangkan. Sebab dalam dokumen pelayaran, barang-barang itu didatangkan Sulawesi dengan tujuan Depo Meratus Prapat Kurung, Surabaya, Jawa Timur.

"Penangkapan ini bermula dari kecurigaan petugas bahwa kawasan Sulawesi tidak ada yang menjadi sentra konveksi," kata Eko kepada Wartawan di Depo Karantina, Jalan Kalianak, Surabaya, Rabu (22/2/2012).

Dia menjelaskan, modus ini adalah sang Importir mendatangkan barang dari luar negeri yang ditujukan ke beberapa tempat-tempat diluar pantauan petugas, seperti di Kendari, Sulawesi itu.

Selanjutnya, dari tempat itu dikirim lagi ke tempat tujuan. Bahkan ada pula yang menggunakan kapal-kapal kecil milik para Nelayan. "Kadang ada juga yang pengirimannya menggunakan kapal nelayan," ungkap Eko.

Eko juga mengatakan, pengiriman pakaian bekas ini merupakan melanggar ketentuan umum larangan impor. Selain berakibat berkurangnya pendapatan dan kesempatan berusaha di dalam negeri, pakaian bekas ini juga membawa dan mengandung bibit penyakit yang berbahaya.

Meski belum diketahui darimana barang-baran itu berasal, namun pihaknya memperkirakan barang-barang ini didatangkan dari Malaysia dan China. Hal itu mengaca pada kasus-kasus sebelumnya. Rencana, puluhan kontainer pakaian bekas ini akan dijual di beberapa wilayah di Jawa Timur. Hal itu menyusul ada beberapa tempat yang merupakan sentra perdagangan pakaian bekas ini.
Saat ini, pihak DJBC masih melakukan proses penelitian dan memeriksa importir barang itu. Selanjutnya, akan dilakukan penindakkan apakah barang-barang itu dimusnahkan atau dilakukan re-ekspor dengan biaya importir. (wdi)


Barang yang masuk atau keluar dari pabean Indonesia tanpa dilindungi dokumen kepabeanan yang sah. Sejak zaman Hindia Belanda penyelundupan sudah dikenal, namun masih terbatas pada pengangkutan komoditas pertanian dan hasil laut ke negara tetangga dan membawa masuk barang-barang kebutuhan pokok, seperti beras, gula, dan barang-barang pokok sehari-hari lainnya.
Kemudian oleh pemerintah Indonesia hal ini dilegalisasi dengan Border Crossing yang hanya berlaku untuk daerah-daerah perbatasan dengan negara tetangga. Saat ini penyelundupan semakin meningkat dan hal ini dilakukan melalui pelabuhan resmi dengan berbagai cara, termasuk pemalsuan dokumen impor, sehingga penyelundupan tradisional berkembang menjadi penyelundupan fisik dan administrasi.
Salah satu penyebab terjadinya penyelundupan yang semakin meningkat, pada umumnya diakibatkan oleh rendahnya kualitas barang yang dihasilkan dalam negeri dibanding dengan produksi luar negeri, misalnya produk rokok, elektronik, dan otomotif. Seperti halnya yang saya ajukan dalam tugas paper ini.
Dalam kasus ini terdapat kasus penyelundupan yang sangat atau lumayan besar, dan jumlahnya lumayan banyak dan salah satu dampak yang terkena adalah tingkat perekonomian Negara yang semakin lama semakin terpuruk, oleh adanya tingkat penyelundupan yang sangat merugikan Negara. Sekarang bayangkan saja apabila Negara kita yang seharusnya mendapatkan keuntungan dari sector export impor yang legal malah digagalkan oleh aksi – aksi penyelundupan yang dilakukan oleh segelintir orang tidak bertanggung jawab.
 Tindakan ini semua memang bukan semuanya dari sector asing, banyak ternyata yang terlibat dalam aksi penyelundupan ini merupakan orang dalam negeri sendiri, bahkan banyak para pengusaha dalam negeri yang melakukannya, demi kepentingan mereka sendiri, tidak melihat dampaknya bagi Negara kita ini.
Seperti halnya suatu kasus yang sangat memalikan Negara, yaitu kasus penyelundupan baju bekas, senilai kurang lebih nilai ekonominya adalah 3 milyar. Diatas dijelaskan “Selain berakibat berkurangnya pendapatan dan kesempatan berusaha di dalam negeri, pakaian bekas ini juga membawa dan mengandung bibit penyakit yang berbahaya.” Kata – kata yang diungkapkan seperti halnya itu, memang benar adanya, karena barang barang yang diselundupkan tersebut secara otomatis tidak melewati uji kelayakan dahulu, bahwa barang tersebut layak atau memenuhi standart yang ditetapkan oleh Negara kita atau tidak, karena dampaknya juga akan dirasakan sendiri oleh rakyat yang secara langsung membeli atau mengkonsumsi barang yang tidak legal atau barang haram tersebut.
Berikut ini merupakan factor yang menyebabkan banyak terjadinya tindakan penyelundupan :
  1. Tata niaga impor/ekspor, pemerintah hanya menunjuk beberapa perusahaan tertentu sehingga importir/eksportir lain yang memiliki modal dan profesional harus mengimpor - mengekspor melalui perusahaan yang ditunjuk pemerintah dengan fee. Contoh, tata niaga gula, beras, dan minuman yang mengandung alkohol.
  1. Perizinan terbatas atau menggunakan sistem quota seperti kendaraan bermotor yang diimpor secara built-up.
Dapat dihitung berapa tambahan biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan izin impor tersebut.
  1. Hak impor beberapa jenis bahan baku yang hanya boleh diimpor oleh importir produsen. Kebijakan ini menyulitkan industri menengah ke bawah yang selama ini membeli secara terbatas sesuai dengan kebutuhan dari importir umum dengan harga bersaing. Perizinan yang hanya diberikan kepada importir produsen membuat industri menengah ke bawah perlahan-lahan akan bangkrut karena mereka harus membeli bahan baku dari importir produsen yang berskala besar. Kebijakan ini juga mendorong terjadinya impor ilegal.
  1. Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) atas impor beberapa jenis komoditi tertentu, padahal yang harus ditingkatkan adalah kualitas komoditi tersebut bukan memverifikasi produksi luar negeri yang pada umumnya telah memenuhi persyaratan layak ekspor, contoh impor terigu, di mana biaya laboratorium lebih besar dibanding bea masuk dan pungutan pemerintah lainnya.
  1. Memberlakukan sistem Pre-Shipment Inspection (PSI) untuk beberapa komoditas impor di mana biaya pemeriksa surveyor ditanggung perusahaan yang mengimpornya
Menurut saya cara yang paling efektif untuk barang illegal atau barang penyelundupan tersebut adalah dimusnahkan, atau disita, tindakan tersebut akan dapat mengurangi dan bahkan akan memberantas tindakan illegal yang melanggar hukum tersebut, yang akhirnya akan meningkatkan daya beli masyarakat kita sendiri terhadap barang local yang sudah pasti tidak ada penyelundupan, dan dampak yang paling menyeluruh adalah meningkatnya pendapatan per – kapita dan membantu pembangunan ekonomi Negara kita.

sumber
http://id.shvoong.com

PENGERTIAN HUKUM DAN EKONOMI


          Inti dari ekonomi pasar adalah terjadinya desentralisasi keputusan berkaitan dengan ”apa”, ”berapa banyak”, dan ”cara” proses produksi. Setiap individu diberikan kebebasan untuk mengambil keputusan. Hal ini juga berarti bahwa di dalam mekanisme ekonomi pasar terdapat cukup banyak individu yang independen baik dari sisi produsen maupun dari sisi konsumen.
Pembahasan
Pada ekonomi pasar bagi sebagian kalangan dipercaya dapat membawa perekonomian kearah yang lebih efesien, dimana sumber daya yang ada dalam perekonomian dapat termanfaatkan secara lebih optimal, dan juga tidak diperlukan adanya perencanaan dan pengawasan dari pihak manapun. Atau dengan kata lain ”serahkan saja semuanya kepada pasar,” dan suatu invisible hand yang nantinya akan membawa perekonomian kearah keseimbangan, dan dalam posisi keseimbangan, sumber daya yang ada dalam perekonomian dimanfaatkan secara lebih maksimal.
Kemudian hampir sebagian besar negara berkembang, pada dekade 1980-an dan 1990-an dengan kecepatan yang berbeda-beda, mulai bergerak menuju sistem perekonomian pasar. Meskipun kemungkinan sebagian negara tersebut melakukan hal itu atas anjuran Bank Dunia, yang sering menjadikannya syarat dalam pemberian bantuan-bantunannya. Dan tampaknya telah muncul semacam konsensus bahwa peran aktif pemerintah dalam perekonomian perlu dikurangi, dan pasar perlu diberikan keluluasaan lebih besar demi tumbuhnya perekonomian yang lebih efesien.
Selanjutnya sebagian besar negara berkembang berharap dengan mereka menerapkan perekonomian pasar, dan mulai mengurangi banyaknya campur tangan pemerintah, dapat lebih membawa mereka kearah kemajuan seperti yang dinikmati oleh negara-negara barat sekarang ini, yaitu kesejahteraan ekonomi.
Namun kenyataannya hal di atas tidak seperti yang semudah dibayangkan oleh negara-negara tersebut, karena efektifitas pasar memerlukan adanya dukungan institusional, kultural dan perangkat hukum tertentu, yang kebanyakan tidak atau belum dimiliki oleh negara-negara berkembang. Dibanyak negara berkembang, perangkat hukum dan institusionalnya, kalaupun ada masih sangat lemah guna mendukung beroperasinya ekonomi pasar secara efektif dan efesien. Tanpa adanya sistem hukum yang mapan, misalnya segala kontrak dan perjanjian bisnis hanya akan tinggal diatas kertas; hak cipta hanya sebuah buah bibir; dan kurs atau mata uangpun bisa berubah kapan saja. Dimana situasi kepastian hukum begitu minim, jelaslah bisnis tidak akan berkembang begitu baik.
Belum lagi ternyata sesungguhnya perekonomian pasar jauh dari sempurna, dimana sulitnya mendapatkan informasi pasar yang mencukupi bagi konsumen maupun produsen mengenai harga, kuantitas, dan kualitas produk serta sumber, dan terkadang untuk mendapatkan suatu informasi diperlukan biaya yang tinggi, ditambah keberadaan skala ekonomi diberbagai sektor utama perekonomian menciptakan hambatan masuk (entry barrier) bagi pelaku usaha yang ingin berusaha pada sektor yang sama. Sehingga pada gilirannya hal diatas mengakibatkan alokasi sumber daya yang tidak tepat, dan hal ini merupakan yang tidak diharapkan oleh negara-negara tersebut ketika mereka mulai menerapkan ekonomi pasar di negara mereka.
Dan ketika negara-negara tersebut menerapkan perekonomian pasar sebagai sistem perekonomian mereka, ternyata yang didapatkan oleh mereka justru ketidak sempurnaan pasar (imperfect market), yang dikhawatirkan akan membawa negara-negara tersebut kearah jebakan keterbelakangan.
Sebenarnya salah satu sumber permasalah utama tidak tercapainya tujuan negara-negara tersebut di atas dikarenakan pasar dan mekanisme pasar bukan ”segala-galanya”, atau merupakan ”invisible hand” yang selalu mampu mengendalikan kekacauan pasar ke arah keseimbangan, sebagaimana yang dikemukakan oleh para ekonom kelembagaan (institutional economist).
Selanjutnya pemikir ilmu ekonomi klasik dan neo klasik mengasumsikan dalam perekonomian ”tidak ada biaya transaksi” (zero transaction cost) dan rasionalitas instrumental (instrumental rationality). Dan implikasinya, setiap individu diandaikan bekerja hanya menurut insentif ekonomi, tanpa meperdulikan oleh beragam aspek, misalnya sosial budaya, politik, hukum, dan sebagainya. Dan bagi ekonom kelembagaan dianggap tidak relistis. Padahal kenyataannya menurut para ekonom kelembagaan kegiatan perkonomian sangat dipengaruhi oleh tata letak antar pelaku ekonomi (teori ekonomi politik), desain aturan main (teori ekonomi biaya transaksi), norma dan keyakinan suatu individu/komunitas (terori modal sosial), insentif untuk melakukan kolaborasi (teori tindakan kolektif), model kesepakatan yang dibikin (teori kontrak), pilihan atas kepemilikan aset fisik maupun non fisik (teori hak kepemilikan), dan lain-lain. Intinya, selalu ada insentif bagi individu untuk berprilaku menyimpang sehingga sistem ekonomi tidak bisa hanya dipandu oleh pasar. Dalam hal ini diperlukan kelembagan non pasar untuk melindungi agar pasar tidak terjebak dalam kegagalan yang tidak berujung, yakni dengan mendesain aturan main/kelembagaan (institutions). Pada level makro, kelembagaan tersebut berisi seperangkat aturan politik, sosial dan hukum yang memapankan kegiatan produksi, pertukaran dan distribusi. Dan pada level mikro, kelembagaan berisi masalah tata kelola aturan main agar pertukaran antar unit ekonomi dapat berlangsung, baik lewat cara kerjasama maupun kompetisi.
Dan merujuk pada pandangan aliran ekonomi neoklasik menganggap pasar berjalan secara sempurna tanpa biaya apapun (costless) karena pembeli (consumers) memiliki informasi yang sempurna dan penjual (producers) saling berkompetisi menghasilkan biaya yang rendah. Akan tetapi pada kenyataannya faktanya adalah sebaliknya, dimana informasi, kompetisi, sistem kontrak, dan proses jual beli dapat sangat asimetris. Inilah yang kemudian menimbulkan biaya transaksi dan menyebabkan inefesiensi di dalam perekonomian.
Peranan Hukum Dalam Ekonomi Pasar
pada waktu Indonesia menerapkan sistem ekonomi pasar, substansi hukum ekonomi yang harus ada sebagai prasyarat yang dapat mendukung bisa berjalan atau tidaknya ekonomi pasar belum tersedia pada waktu itu, yaitu antara lain memiliki hukum persaingan usaha. Hukum persaingan usaha adalah salah satu aturan hukum yang harus dimiliki oleh setiap negara jika mereka menerapkan sitem ekonomi pasar sebagai sistem ekonominya. Dan Hukum persaingan usaha merupakan salah satu instrumen yang dipercaya mampu untuk memperbaiki kegagalan pasar yang diakibatkan dari persaingan yang tidak sempurna di dalam pasar.
Dan kemudian yang terjadi akibat Indonesia belum memiliki hukum persaingan usaha adalah sistem ekonomi pasar yang ada malahan menghasikan maraknya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat di dalam pasar, dan pasar yang diharapkan dapat menghasilkan pemanfaatan sumberdaya yang lebih maksimal dan efesien yang terjadi justru sebaliknya, perekonomian Indonesia menjadi begitu tidak efesien dan kehilangan daya saingnya dengan negara lain.
Serta hukum kepailitan yang berlaku pada waktu itu yang masih merupakan warisan masa kolonial juga berkontribusi bagi tidak terlindunginya pelaku ekonomi dari perilaku pelaku ekonomi yang seharusnya tidak layak lagi menjalankan usahanya tetapi karena hukum kepailitan yang ada belum baik serta proses peneggakannya yang masih memakan waktu yang lama membuat banyak pelaku ekonomi menjadi korban akibat dari ulah sekelompok pelaku ekonomi yang seharusnya tidak layak lagi untuk melanjutkan usahanya di dalam pasar.
Lebih lanjut mengenai budaya hukum menurut Friedman adalah sikap manusia terhadap hukum dan sistem hukum, nilai, pemikiran, serta harapannya. Atau dengan kata lain jika menurut pendapat Prof Achmad Ali, budaya hukum adalah suasana pikiran sosial dan kekuatan sosial yang menentukan bagaimana hukum digunakan, dihindari dan disalahgunakan. Tanpa budaya hukum, maka sistem hukum itu tidak berdaya.
Rendahnya budaya hukum yang berlaku di Indonesia juga berkontribusi bagi tidak berfungsinya ekonomi pasar secara baik. Kurang menghargai kontrak-kontrak yang sudah dibuat di dalam bisnis merupakan salah satu bentuk manifestasi budaya hukum yang tidak baik.
Dan belum terbangunnya budaya hukum yang baik juga cukup berkontribusi bagi tidak berfungsinya beberapa kelembagaan hukum yang ditransplantasi dari negara-negara maju di Indonesia, karena budaya hukum yang ada begitu berbeda dengan budaya hukum negara dimana kelembagaan hukum ekonomi yang ditransplantasi itu berasal.
Dan sedikit mengutip kalimat dari Prof. Satjipto Rahardjo bahwa ekonomi kurang dapat berkerja dan melakukan perencanaan dengan baik tanpa didukung oleh tatanan normatif yang berlaku, yang tidak lain adalah hukum atau dengan kata lain tanpa adanya dukungan yang kuat dari kelembagaan hukum ekononomi yang ada sudah barang tentu sistem ekonomi pasar yang dianut oleh Indonesia tidak akan berjalan sebagaimana yang diharapkan.
Penutup
Agar dapat ekonomi pasar Indonesia berjalan sesuai dengan yang diharapkan, yaitu dapat membuat perekonomian Indonesia menjadi lebih efesien, sangat ditentukan oleh dukungan dari kelembagaan hukum ekonomi yang kuat. Tanpa adanya dukungan dari kelembagaan hukum ekonomi yang kuat sulit bagi ekonomi pasar dapat bejalan secara baik.
Ekonomi pasar dengan kelembagaan hukum ekonomi merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan, meskipun terkadang perkembangan kelembagaan hukum ekonomi selalu tertinggal dari perkembangan ekonomi pasar. Namun seharusnya kelembagaan hukum ekonomi dapat selalu mengikuti perkembangan ekonomi pasar.

Sumber :


HUKUM PERKAITAN

pengertian hukum perkaitan

Adalah peraturan-peraturan yang mengatur perhubungan yang bersifat kehartaan antara dua orang atau
•    Perikatan terjadi bukan perjanjian, tapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum dan perwakilan sukarela.

Asas-asas dalam hukum perjanjian diatur dalam Buku III KUH Perdata, yakni menganut azas kebebasan berkontrak lebih, dimana pihak pertama berhak atas sesuatu presentasi dan pihak yang lebih wajib memenuhi
Sesuatu
prestasi.

Dasar Hukum Perikatan


•    Perikatan yang timbul dari persetujuan.

•    perikatan yang timbul dari udang-undang :

 
Dasar Hukum Perikatan

•    Perikatan yang timbul dari persetujuan.

•    perikatan yang timbul dari udang-undang :

1.       perikatan terjadi karena undang-undang semata
2.       perikatan terjadi karena undang-undang akibat perbuatan manusia
dan azas konsensualisme.


• Asas Kebebasan Berkontrak
Asas kebebasan berkontrak terlihat di dalam Pasal 1338 KUHP Perdata yang menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
• Asas konsensualisme
Asas konsensualisme, artinya bahwa perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara para pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas.
Dengan demikian, azas konsensualisme lazim disimpulkan dalam Pasal 1320 KUHP Perdata. Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat adalah :
1.       Kata Sepakat antara Para Pihak yang Mengikatkan Diri
2.       Cakap untuk Membuat Suatu Perjanjian
3.       Mengenai Suatu Hal Tertentu
4.       Suatu sebab yang Halal


PENGERTIAN WANPRESTASI

Wanprestasi (atau ingkar janji) adalah berhubungan erat dengan adanya perkaitan atau perjanjian antara pihak.Baik perkaitan itu di dasarkan perjanjian sesuai pasal 1338 sampai dengan 1431 KUH PERDATA maupunperjanjian yang bersumber pada undang undang seperti di atur dalam pasal 1352 sampai dengan pasal 1380KUH perdata.apabila salah satu pihak ingkar janji maka itu menjadi alsan bagiu pihak lainya untuk mengajukangugatan.demikian juga tidak terpenuhinya pasal 1320 KUH perdata tentang syarat syarat sahnya suatuperjanjian menjadi alas an untu kbatal atau di batalkan suatu persetujuan perjanjian melalui suatu gugatan,Salah satu alas an untuk mengajukan gugatan ke pengadilan adalah karena adanya wanprestasi atau ingkar  janji dari debitur.wanprestasi itu dapat berupa tidak memenuhi kewajiban sama sekali, atasu terlambatmemenuhi kewajiban, atau memenuhi kewajibanya tetapi tidak seperti apa yang telah di perjanjikan.

Hapusnya Perikatan

Perikatan itu bisa hapus jika memenuhi kriteria-kriteria sesuai dengan Pasal 1381 KUH Perdata. Ada 5 (sepuluh) cara penghapusan suatu perikatan adalah sebagai berikut :


1.    Pembaharuan utang (inovatie)
Novasi adalah suatu persetujuan yang menyebabkan hapusnya sutau perikatan dan pada saat yang bersamaan timbul perikatan lainnya yang ditempatkan sebagai pengganti perikatan semula.


2.    Perjumpaan utang (kompensasi)
Kompensasi adalah salah satu cara hapusnya perikatan, yang disebabkan oleh keadaan, dimana dua orang masing-masing merupakan debitur satu dengan yang lainnya. Kompensasi terjadi apabila dua orang saling berutang satu pada yang lain dengan mana utang-utang antara kedua orang tersebut dihapuskan, oleh undang-undang ditentukan bahwa diantara kedua mereka itu telah terjadi, suatu perhitungan menghapuskan perikatannya (pasal 1425 KUH Perdata).


3. Pembebasan utang.
Undang-undang tidak memberikan definisi tentang pembebasan utang. Secara sederhana pembebasan utang adalah perbuatan hukum dimana dengan itu kreditur melepaskan haknya untuk menagih piutangnya dari debitur. Pembebasan utang tidak mempunyai bentuk tertentu. Dapat saja diadakan secara lisan. Untuk terjadinya pembebasan utang adalah mutlak, bahwa pernyataan kreditur tentang pembebasan tersebut ditujukan kepada debitur. Pembebasan utag dapat terjadi dengan persetujuan atau Cuma- Cuma.
Menurut pasal 1439 KUH Perdata maka pembebasan utang itu tidak boleh dipersangkakan tetapi harus dibuktikan. Misalnya pengembalian surat piutang asli secara sukarela oleh kreditur merupakan bukti tentang pembebasan utangnya.


4. Musnahnya barang yang terutang
Apabila benda yang menjadi obyek dari suatu perikatan musnah tidak dapat lagi diperdagangkan atau hilang, maka berarti telah terjadi suatu ”keadaan memaksa”at au force majeur, sehingga undang-undang perlu mengadakan pengaturan tentang akibat-akibat dari perikatan tersebut. 


5. Kedaluwarsa
Menurut ketentuan Pasal 1946 KUH Perdata, lampau waktu adalah suatu alat untuk memperoleh susuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang. Dengan demikian menurut ketentuan ini, lampau waktu tertentu seperti yang ditetapkan dalam undang-undang, maka perikatan hapus.

Sumber :