Adapun
issue yang menjadi sorotan pertama adalah perspektif ekonomi sangatlah
menonjol. Selain itu issue yang kedua perspektif ekonomi terkait dengan
masalah motif ekonomi dari prilaku tersebut dan perspektif hukum akan
membahas ada atau tidaknya aturan (code of conduct) yang mengikat, sedangkan issue yang ketiga, sangat menonjol perspektif hukumnya.
Oleh karena itu, dalam pembahasan issue persaingan usaha pastinya akan terdapat perspektif ekonomi dan perspektif hukumnya.
Dalam paper ini akan dibahas secara singkat mengenai
issue terbaru tentang ekonomi/bisnis yang berkaitan dengan hukum di
dalam sistem hukum nasional Indonesia. Hal ini ditujukan agar dapat
mengidentifikasi posisi hukum persaingan usaha di dalam pembidangan
hukum nasional sehingga pembaca tidak terperangkap pada paradigma
pembidangan hukum yang telah usang.
Kemudian
akan membahas secara umum mengenai eksistensi dan issue seputar
Undang-Undang No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat (selanjutnya disingkat “UU No. 5 / 1999”)
yang sampai saat ini dianggap sebagai hukum payung dan paling
komprehensif yang mengatur issue persaingan usaha di Indonesia.
Salah
satu permasalahan yang akan dibahas dalam paper ini yaitu mengenai
Rencana Kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam hubungannya dengan
Kebijakan Ekonomi dan Tuntutan Kesejahteraan Rakyat.
Dalam
issue permasalahan ini yang diangkat adalah kenaikan harga bahan bakar
minyak menjadi momok yang menakutkan khususnya bagi masyarakat kecil.
Tidak hanya itu kalangan hakim pun merasa ketar-ketir menghadapi kebijakan tersebut apalagi bila pemerintah tak kunjung memperhatikan tuntutan kesejahteraan yang selama ini disuarakan para hakim.
Masalah Pokok
Belakangan ini ketidakstabilan sosial sedang terjadi pada masyarakat Indonesia. Salah satu penyebab utamanya rencana pemerintah yang akan menaikkan harga Bahan Bakar Minyak dan Tarif Dasar Listrik secara bertahap.
Masyarakat
semakin resah dengan keputusan tersebut. Unjuk rasa dan protes dari
berbagai kalangan masyarakat terus bergulir diberbagai wilayah di Tanah
Air. Disini pihak yang paling menderita dengan kenaikan harga BBM adalah
rakyat kecil,karena kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan hidup akan
semakin sulit.
Disisi
lain protes atas kenaikkan harga BBM dilakukan oleh kalangan pengusaha
dan industri. Hal ini mengingat dampaknya akan merambah pada kenaikkan
biaya produksi,biaya angkutan hingga harga saham dan memberi efek
negatif pada laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Seharusnya
kebijakan yang pemerintah hasilkan menciptakan kualitas kehidupan yang
baik bagi rakyatnya. Jika kebijakan ini tetap akan dijalankan maka bukan
kualitas hidup baik yang rakyat rasakan, namun belitan ekonomi yang
mencekik yang akan dirasakan.
Pada dasarnya kenaikan harga BBm merupakan kesalahan pemerintah dan Badan Anggota DPR yang tidak mampu memprediksi
harga minyak dunia yang ditetapkan pemerintah lebih rendah dari harga
sebenarnya. Dampaknya dengan alasan defisit Anggaran pemerintah memilih
menaikkan harga BBM untuk menutupi kekurangan tersebut.
Kenaikkan
harga BBM memiliki dampak sistemik diberbagai sektor yang luas bagi
stabilitas negara. Beberapa perspektif diantaranya Perspektif Hukum Tata Negara dan Perspektif Ekonomi.
- Perspektif Hukum Tata Negara
Berdasarkan
perspektif hukum tata negara,kenaikan harga BBM merupakan kebijakan
inskonstitusional. Hal ini dapat dilihat dari UU APBN Nomor 22 tahun
2011 tentang APBN tahun 2012 pada pasal 7 ayat 6 yang berbunyi bahwa
harga jual eceran BBM bersubsidi tidak mengalami kenaikan.
Pasal
ini menjadi penjebak bahwa seolah-olah pemerintah tidak akan menaikkan
harga BBM,padahal pasal dalam UU ini tidak pernah dibahas apalagi
disetujui Komisi VII DPR RI. Disisi lain maksud pengendalian yang
dimaksud dalam UU tersebut sebagai suatu single solution,yaitu
pembatasan BBM bersubsidi.
Jika
merujuk pada amanat pasal 33 UUD 1945 ayat 3 yang berbunyi ”Bumi dan
Air dan Kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai negara dan
dipergunakan sebesar-besar kemakmuran rakyat”, BBM seharusnya dapat
dinikmati oleh masyarakat dengan harga terjangkau dan merata bukan
dengan harga yang tinggi.
- Perspektif Ekonomi
Dari
sudut pandang ekonomi kenaikkan BBM merupakan keputusan yang tidak
tepat. Jika melihat APBN tahun 2010 sampai dengan APBN 2012 maka akan
terlihat bahwa pemerintah akan mengarahkan pos subsidi APBN akan
berkurang hingga mencapai lebih dari 3% dari 17,96% pada tahun 2011
hanya 14,72% pada tahun 2012.
Penurunan
jumlah subsidi terhadap BBM ,termasuk energi menyumbang penurunan nilai
sebesar 94,28% pada APBN. Ironisnya hal ini berkebalikan dengan
kenaikan anggaran belanja pegawai.
Tidak
cukup sampai disini masalah pun muncul dari oknum-oknum yang yang
memanfaatkan situasi kenaikkan harga BBM dengan menimbun BBM
sebanyak-banyaknya untuk meraup banyak keuntungan.
Cara
pandangnya dapat diperhitungkan secara sederhana, akankah tega
mengakali kawan sendiri sesama bangsa ini, yang sama-sama sengsara,
senasib, demi keuntungan kocek pribadi. Tentu menjadi pertanyaan, ketika
sebagian besar elemen bangsa ini menolak kenaikan harga BBM, sebagian
rakyat spekulan dan penimbun BBM ini justru menari-nari atas kenaikan
harga BBM.
Akibat dari Kenaikan Harga BBM Merugikan Semua Pihak
Perilaku rush yang terjadi pada setiap rencana kenaikan harga BBM sebetulnya berulang-ulang terjadi di negeri ini. Di Jawa yang memiliki infrastruktur distribusi BBM lebih baik juga mengalami itu. Kondisi ini sungguh menyakitkan rakyat karena menghambat pergerakan ekonomi atau keadaan emergency lainnya.
Perilaku rush yang terjadi pada setiap rencana kenaikan harga BBM sebetulnya berulang-ulang terjadi di negeri ini. Di Jawa yang memiliki infrastruktur distribusi BBM lebih baik juga mengalami itu. Kondisi ini sungguh menyakitkan rakyat karena menghambat pergerakan ekonomi atau keadaan emergency lainnya.
Tidak
bisa membayangkan bagaimana pasokan BBM luar Jawa yang mengandalkan
transportasi kapal tongkang BBM. Risikonya menjadi berlipat dan akhirnya
kepastian pasokan BBM tidak menentu.
Kini ketika harga BBM akan dinaikkan, rakyat pun merespons dengan tidak arif. Sebagian BBM kita tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan di Jawa, namun ada sekitar 20 ribu pulau yang harus mendapat BBM kendati tidak rata.
Kini ketika harga BBM akan dinaikkan, rakyat pun merespons dengan tidak arif. Sebagian BBM kita tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan di Jawa, namun ada sekitar 20 ribu pulau yang harus mendapat BBM kendati tidak rata.
Ketika
BBM selalu saja habis di SPBU karena meningkatnya ulah spekulan dan
penimbun, pada saat yang bersamaan, hak untuk masyarakat di luar Jawa
akan semakin panjang antrenya untuk mendapatkan hanya seliter BBM.
Pasal-Pasal Hukuman
Jika
imbauan moral sudah tidak bisa dilakukan, tidak ada jalan lain bahwa
pihak berwajib harus tegas mengambil tindakan hukum. Polisi sebetulnya
dibekali Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1953 tentang Penetapan UU Darurat
tentang Penimbunan Barang. Undang-undang itu adalah pengembangan UU
Darurat Nomor 17/1951 untuk merespons kondisi rush periode itu.
Pada pasal 5, hukuman bagi pelanggar atau penimbun sekurang-kurangnya
enam tahun penjara dan objek hukumnya disita untuk negara (pasal 6).
Pada
UU Migas Nomor 22/2001, ketentuan pidana bagi pelanggar juga ada dalam
pasal 53. Setiap orang yang kedapatan melakukan penyimpanan BBM tanpa
izin usaha penyimpanan, maka pidana penjara tiga tahun penjara dan denda
maksimal Rp 30 miliar. Ada dua hukuman sekaligus, yakni pidana kurungan
(penjara) dan denda.
Pihak
SPBU pun memiliki risiko hukum sama beratnya jika melayani pembelian
BBM untuk tujuan penimbunan atau spekulasi. Pasal 55 UU Migas
menyebutkan bahwa pihak yang menyalahgunakan pengangkutan atau niaga BBM
yang disubsidi negara potensial berhadapan dengan pidana penjara enam
tahun dan denda maksimal Rp 60 miliar.
Sumber: