KEBIJAKAN DEVIDEN
• Pengertian
Kebijakan deviden adalah kebijakan untuk menentukan berapa laba yang harus dibayarkan (deviden) kepada pemegang saham dan berapa banyak yang harus ditanam kembali (laba ditahan).
Deviden adalah pendapatan bagi
pemegang saham yang dibayarkan setiap akhir periode sesuai dengan
persentasenya. Persentase dari laba yang akan dibagikan sebagai deviden kepada
pemegang saham disebut sebagai Deviden Payout Ratio.
Kebijakan dividen adalah keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan akan dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen atau akan ditahan dalam bentuk laba ditahan guna pembiayaan investasi di masa datang. Apabila perusahaan memilih untuk membagikan laba sebagai dividen, maka akan mengurangi laba yang ditahan dan selanjutnya mengurangi total sumber dana intern atau keuangan internal. Sebaliknya jika perusahaan memilih untuk menahan laba yang diperoleh, maka kemampuan pembentukan dana intern akan semakin besar. Dengan demikian kebijakan dividen ini harus dianalisa dalam kaitannya dengan keputusan pembelanjaan atau penentuan struktur modal secara keseluruhan.
Kebijakan dividen adalah keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan akan dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen atau akan ditahan dalam bentuk laba ditahan guna pembiayaan investasi di masa datang. Apabila perusahaan memilih untuk membagikan laba sebagai dividen, maka akan mengurangi laba yang ditahan dan selanjutnya mengurangi total sumber dana intern atau keuangan internal. Sebaliknya jika perusahaan memilih untuk menahan laba yang diperoleh, maka kemampuan pembentukan dana intern akan semakin besar. Dengan demikian kebijakan dividen ini harus dianalisa dalam kaitannya dengan keputusan pembelanjaan atau penentuan struktur modal secara keseluruhan.
Kebijakan dividen merupakan kebijakan yang mempersoalkan
sebaiknya kapan (artinya, dalam keadaaan seperti apa) dan berapa bagian dari
laba perusahaan yang dicapai dalam suatu periode, yang didistribusikan kepada
para pemegang saham dan yang ditahan didalam perusahaan, dengan tetap
memperhatikan tujuan perusahaan yaitu meningkatkan nilai perusahaan.
Kebijakan dividen ini sangat penting artinya bagi manajer keuangan,
karena seorang manajer harus memperhatikan kepentingan perusahaan, pemegang
saham, masyarakat dan pemerintah.
Salah satu kebijakan deviden yang harus diambil oleh manajemen adalah laba yang diperoleh oleh perusahaan selama satu periode akan dibagi sebagian untuk deviden dan sebagian lagi dibagi dalam laba ditahan.
• Faktor-faktor Yang
Mempengaruhi Kebijakan Deviden
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi besar kecilnya deviden yang dibayarkan oleh perusahaan kepada pemegang saham antara lain :
1. Posisi Likuiditas Perusahaan
2. Kebutuhan Dana Untuk Membayar Hutang
3. Tingkat Pertumbuhan Perusahaan
4. Pengawasan Terhadap Perusahaan
5. Kemampuan Meminjam
6. Tingkat Keuntungan
7. Stabilitas Return
8. Akses ke Pasar Modal
• Macam-macam Kebijakan DevidenAdapun faktor-faktor yang mempengaruhi besar kecilnya deviden yang dibayarkan oleh perusahaan kepada pemegang saham antara lain :
1. Posisi Likuiditas Perusahaan
2. Kebutuhan Dana Untuk Membayar Hutang
3. Tingkat Pertumbuhan Perusahaan
4. Pengawasan Terhadap Perusahaan
5. Kemampuan Meminjam
6. Tingkat Keuntungan
7. Stabilitas Return
8. Akses ke Pasar Modal
1. Kebijakan Deviden yang Stabil
Ø Jumlah deviden per lembar dibayarkan setiap tahun tetap selama jangka waktu tertentu meskipun pendapatan per lembar saham per tahunnya berfluktuasi.
2. Kebijakan Deviden Dengan Penetapan Jumlah Deviden Minimal Ditambah Jumlah Ekstra Tertentu
Ø Kebijakan ini menentukan jumlah rupiah minimal deviden per lembar saham setiap tahunnya apabila keuntungan perusahaan lebih baik akan membayar deviden ekstra.
3. Kebijakan Deviden Dengan Penetapan Deviden Payout Ratio yang Konstan
Ø Kebijakan ini memberi deviden yang besarnya mengikuti besarnya laba yang diperoleh oleh perusahaan. Semakin besar laba yang diperoleh, semakin besar deviden yang dibayarkan dan sebaliknya. Dasar yang digunakan sering disebut Deviden Payout Ratio.
4. Kebijakan Deviden yang Fleksibel
Ø Besarnya setiap tahun disesuaikan dengan kondisi financial dan kebutuhan finanssial dari perusahaan yang bersangkutan.
• Kebijakan Stock Deviden (SD)
Kebijakan yang pembayaran devidennya kepada pemegang saham dalam bentuk saham bukan dalam bentuk uang tunai.
Stock Deviden = % SD x Jumlah lembar saham
Stock dividen adalah pembayaran tambahan saham (dividen
dalam bentuk saham) kepada pemegang saham. Stock dividen tidak lebih dari
penyusunan kembali modal perusahaan (rekapitalisasi perusahaan), sedangkan
proporsi kepemilikan tidak mengalami perubahan. Sebagai contoh misalkan PT. X
memiliki struktur modal sebagai berikut :
Kemudian perusahaan menentukan stock
dividen sebesar 5% maka akan ada tambahan saham sebesar 5% x 600.000
lembar atau sebesar 30.000 lembar. Dengan demikian untuk setiap 20 lembar saham
akan mendapat tambahan satu lembar saham baru. Apabila harga pasar saham adalah
Rp 10.000,- Maka setelah stock dividen neraca perusahaan akan menjadi :
Karena ada stock dividen Rp 10.000,- x 30.000 lembar = Rp
300.000.000,- ditransfer dari laba ditahan ke dalam saham biasa dan capital
surplus. Karena nilai nominalnya sama, kenaikan jumlah lembar saham tercermin
dalam kenaikan saham biasa sebesar Rp 5.000,- x 30.000 lembar = Rp
150.000.000,- Sedangkan sisanya Rp 150.000.000,-
dimasukkan
dalam capital surplus, dengan demikian modal sendiri tidak mengalami perubahan.
Bagi investor, dengan adanya stock
dividen ini maka ia tidak memperoleh apa – apa kecuali tambahan saham. Demikian
juga proporsi kepemilikan juga tidak mengalami perubahan. Apabila faktor lain
tetap, maka penambahan jumlah lembar saham yang beredar akan mengakibatkan
harga pasar saham akan turun, sehingga nilai keseluruhan bagi investor tidak
mengalami perubahan.
Misalkan
seorang investor semula memiliki 100 lembar saham, harga pasarnya Rp 10.000,-
maka nilai keseluruhan saham yang dimiliki adalah Rp 1.000.000,-. Setelah stock
dividen maka nilai pasar akan turun sebesar Rp 10.000,-(1-100/105) = Rp 476,19.
Dengan demikian nilai keseluruhan saham yang dimiliki adalah 105 x (Rp 10.000,-
- Rp 476,19) = Rp 1.000.000,- Oleh karena itu stock dividen tidak memberikan
pengaruh bagi kemakmuran pemegang saham.
Bagi
investor apabila memerlukan dana dapat menjual tambahan saham yang
diperolehnya, dan seolah-olah saham yang dimiliki tidak berkurang. Stock
dividen baru akan meningkatkan kemakmuran pemegang saham apabila perusahaan
juga membayar dividen dalam bentuk kas. Sehingga pemegang saham selain
mendapat tambahan lembar saham juga tetap mendapatkan cash dividen.
Tujuan
perusahaan memberikan stock dividen adalah untuk menghemat kas karena ada
kesempatan investasi yang lebih menguntungkan, namun hal ini akan mengakibatkan
kekecewaan pemegang saham. Maka diperlukan informasi yang benar kepada pemegang
saham, akan adanya kesempatan investasi di masa datang. Kebijakan stock dividen
yang tidak dapat dibenarkan apabila stock dividen dipergunakan untuk mengatasi
kesulitan finansial, karena perusahaan tidak dapat memanipulasi investor yang
akibatnya harga saham akan turun. Masalahnya yang penting adalah menyangkut
biaya emisi saham yang mahal sehingga stock dividen perlu pertimbangan yang
matang.
Stock splits adalah perubahan nilai nominal per lembar saham
dan perubahan jumlah saham yang beredar, sesuai faktor pemecahnya. Dibedakan
menjadi dua jenis, yaitu pemecahan nilai nominal saham kedalam nilai nominal
yang lebih kecil (split up) dan peningkatan nilai nominal saham (split
down). Dengan demikian jumlah lembar saham yang beredar akan
meningkat proporsional dengan penurunan nilai nominal saham (split up),
atau sebaliknya (split down). Tujuan stock split adalah untuk menempatkan harga
pasar saham dalam trading range tertentu.
Misalkan PT. X menentukan stock splits dari 1( satu)
lembar saham menjadi 2 (dua) lembar saham.
Setelah stock split, maka nilai nominal saham berkurang dari
Rp 5.000,- per lembar menjadi Rp 2.500,-. Tetapi saham biasa capital surplus
dan laba ditahan tidak mengalami perubahan. Investor yang semula memiliki 100
lembar saham setelah stock split jumlah lembar saham yang dimiliki akan menjadi
200 lembar, meskipun total nilainya tidak mengalami perubahan.
Stock split adalah pemecahan nilai nominal saham kedalam
nominal yang lebih kecil. Dengan demikian jumlah lembar saham yang
beredar akan meningkat melalui penurunan secara proporsional atas nilai nominal
saham. Tujuannya adalah untuk menempatkan harga pasar saham dalam kisaran
perdagangan tertentu yang lebih diminati) , sehingga (diharapkan) akan menarik
lebih banyak pembeli.
Kebijakan untuk menurunkan jumlah lembar saham dengan cara pengurangan jumlah lembar saham menjadi lembar yang lebih sedikit dengan penambahan harga nominal per lembar secara proporsional.
a/b x jumlah lembar saham atau b/a x jumlah nilai nominal
a = perbandingan terkecil b = perbandingan terbesar
Ada berbagai pendapat ahli atau teori tentang kebijakan
dividen sebagai berikut :
a.
Teori Dividen
Tidak Relevan dari Modigliani dan Miller.
Menurut Modigliani dan Miller
(MM), nilai suatu perusahaan tidak
ditentukan oleh besar kecilnya presentase laba yang
dibayarkan kepada pemegang saham dalam bentuk uang tunai atau DPR (Dividen
Payout Ratio) , tapi ditentukan oleh laba
bersih sebelum pajak atau EBIT (Earning Before
Interest and Tax) dan kelas risiko perusahaan.
Jadi menurut MM, dividen adalah tidak
relevan.
Pernyataan ini didasarkan pada
beberapa asumsi penting yang lemah seperti : (1)
Pasar modal sempurna dimana semua investor
adalah rasional, (2) Tidak ada biaya emisi
saham baru jika perusahaan menerbitkan
saham baru, dan (3) Tidak ada pajak Kebijakan
investasi perusahaan tidak berubah.
Sedangkan kenyataannya : (1) Pasar modal
yang sempurna sulit ditemui, (2) Biaya emisi
saham baru pasti ada, (3) Pajak pasti ada, dan
(4) Kebijakan investasi perusahaan tidak mungkin
tidak berubah.
b. Teori Dividen yang Relevan
(The Bird in the Hand) dari Gordon dan Lintner.
Teori ini menyatakan bahwa biaya
modal sendiri perusahaan akan naik jika
presentase laba yang dibayarkan kepada pemegang saham dalam bentuk uang tunai
atau DPR (Dividen Payout Ratio) rendah, karena
investor lebih suka menerima dividen dari
pada Perolehan modal (Capital Gains). Investor
memandang keuntungan dividen (dividend yield) lebih
pasti dari pada keuntungan capital gains (capital
gains yield). Perlu diingat bahwa dilihat
dari sisi investor, biaya modal sendiri
dari laba ditahan adalah tingkat keuntungan
yang disyaratkan investor pada saham. Laba
ditahan adalah keuntungan dari dividen (
dividend yield ) ditambah keuntungan dari
capital gains ( capital gains yield ).
Modigliani dan Miller menganggap
bahwa argumen Gordon dan Lintner ini
merupakan suatu kesalahan ( MM menggunakan
istilah “ The Bierd in the hand Fallacy “
). Menurut MM, pada akhirnya investor
akan kembali menginvestasikan dividen yang
diterima pada perusahaan yang sama atau
perusahaan yang memiliki risiko yang
hampir sama.
c.
Teori Perbedaan Pajak
(Tax Differential Theory) dari Litzenberger dan Ramaswamy.
Teori ini menyatakan bahwa
karena adanya pajak terhadap keuntungan
dividen dan capital gains, para investor
lebih menyukai capital gains karena dapat
menunda pembayaran pajak. Oleh karena itu
investor mensyaratkan suatu tingkat keuntungan
yang lebih tinggi pada saham yang
memberikan dividend yield tinggi, capital
gains yield rendah dari pada saham dengan
dividend yield rendah, capital gains yield
tinggi. Jika pajak atas dividend lebih
besar dari pajak atas capital gains,
perbedaan ini akan makin terasa.
Jika manajemen percaya bahwa
teori Dividen tidak relevan dari MM
adalah benar, maka perusahaan tidak perlu
memperdulikan berapa besar dividen yang
harus dibagi, tapi jika mereka menganut
teori Dividen yang relevan, maka mereka harus membagi
seluruh laba setelah pajak atau EAT (Earnig After Tax) dalam
bentuk dividen. Dan bila manajemen
cenderung mempercayai teori perbedaan pajak (
Tax Differential Theory ), mereka harus
menahan seluruh EAT atau DPR = 0
%. Jadi ke 3 teori yang telah
dibahas mewakili kutub – kutub ekstrim dari
teori tentang kebijakan dividen. Sayangnya test
secara empiris belum memberikan jawaban
yang pasti tentang teori mana yang
paling benar.
d.
Teori Signaling
Hypothesis.
Ada bukti empiris bahwa jika
ada kenaikan dividen, sering diikuti dengan
kenaikan harga saham. Sebaliknya penurunan
diveden pada umumnya menyebabkan harga
saham turun. Fenomena ini dapat dianggap
sebagai bukti bahwa para investor lebih
menyukai dividen dari pada capital gains.
Tapi MM berpendapat bahwa suatu kenaikan
dividen yang diatas biasanya merupakan suatu
tanda kepada para investor bahwa
manajemen perusahaan meramalkan suatu penghasilan
yang baik dividen masa mendatang.
Sebaliknya, suatu penurunan dividen
atau kenaikan dividen yang dibawah kenaikan
normal (biasanya ) diyakini
investor sebagai suatu tanda bahwa
perusahaan menghadapi masa sulit dividen
waktu mendatang.
Seperti teori dividen yang lain,
teori ini juga sulit dibuktikan secara
empiris. Adalah nyata bahwa perubahan
dividen mengandung beberapa informasi. Tapi
sulit dikatakan apakah kenaikan dan
penurunan harga setelah adanya kenaikan dan
penurunan dividen semata-mata disebabkan oleh
efek tanda atau disebabkan karena efek
tanda dan preferensi terhadap dividen.
e.
Teori Clientele Effect.
Teori ini menyatakan bahwa
kelompok (clientele) pemegang saham yang
berbeda akan memiliki preferensi yang berbeda
terhadap kebijakan dividen perusahaan.
Kelompok pemegang saham yang
membutuhkan penghasilan pada saat ini lebih
menyukai suatu presentase laba yang dibayarkan atau DPR
(Dividend Payout Ratio) yang tinggi.
Sebaliknya kelompok pemegang saham yang
tidak begitu membutuhkan uang saat ini
lebih senang jika perusahaan menahan
sebagian besar laba bersih perusahaan.
Jika ada perbedaan pajak bagi
individu ( misalnya orang lanjut usia
dikenai pajak lebih ringan ) maka pemegang
saham yang dikenai pajak tinggi lebih
menyukai perolehan modal (capital gains) karena
dapat menunda pembayaran pajak. Kelompok
ini lebih senang jika perusahaan membagi
dividen yang kecil. Sebalinya kelompok
pemegang saham yang dikenai pajak relatif
rendah cenderung menyukai dividen yang besar.
Faktor – faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Dividen.
Ketika perusahaan membuat kebijakan dividen, maka perusahaan
akan melihat sejumlah masalah lain yang dihubungkan dengan konsep-konsep
teoritis mengenai pembayaran dividen dan penilaian perusahaan.
Faktor-faktor berikut inilah yang biasanya harus dianalisis
oleh perusahaan ketika membuat keputusan kebijakan dividen :
1)
Aturan-aturan Hukum.
Berbagai aturan hukum penting untuk membuat batasan hukum
yang memungkinkan kebijakan dividen akhir perusahaan dapat berjalan.
a.
Aturan Penurunan Nilai Modal.
Banyak negara bagian di AS yang melarang pembayaran dividen
jika dividen ini akan menurunkan nilai modal. Beberapa negara
bagian mendefinisikan modal sebagai total nilai nominal saham biasa.
Perusahaan tidak dapat membayar dividen tunai dengan total lebih
dari total nominal saham biasa tanpa menurunkan nilai modalnya.
Sedangkan beberapa negara lainnya mendefinisikan modal tidak
hanya meliputi nilai nominal saham biasa, tetapi juga tambahan modal
disetor. Dengan aturan negara semacam ini, dividen dapat dibayar
maksimum sebesar jumlah laba tahan, yaitu dari kas dengan membebankan pengurangan
ini ke akun laba ditahan.
b.
Aturan Insolvensi.
Beberapa negara bagian melarang pembayaran dividen tunai
jika perusahaan mengalami insolvensi (insolvency). Insolvensi
didefinisikan secara hukum sebagai kewajiban total perusahaan yang melebihi
aktivanya. Juga berarti ketidakmampuan perusahaan untuk membayar para
kreditornya ketika kewajibannya jatuh tempo. Oleh karena kemampuan
perusahaan membayar kewajibannya tergantung pada likuiditas bukan pada
modalnya, batasan insolvensi yang dapat disamakan (secara teknis) memberikan
para kreditor
c.
Aturan Penahanan Laba yang
berlebihan.
Meskipun penahanan (laba) yang berlebihan tidak memiliki
definisi yang jelas, biasanya dianggap berarti penahanan dalam jumlah
yang jauh melebihi kebutuhan investasi perusahaan untuk saat ini dan masa
depan. IRC (internal Revenue Code) melarang ini dengan tujuan untuk
mencegah perusahaan menahan laba demi menghindari pajak. Jika IRC dapat
membuktikan adanya penahanan laba tanpa alasan yang jelas, maka perusahaan dapat
dikenakan tarif pajak penalti atas akumulasi laba tersebut.
2)
Kebutuhan Pendanaan Perusahaan.
Begitu batasan hukum untuk kebijakan dividen perusahaan
telah ditentukan, langkah berikutnya melibatkan penilaian kebutuhan pendanaan perusahaan.
Dalam hal ini, anggaran kas, laporan sumber dan penggunaan dana yang
diproyeksikan, serta perkiraan laporan arus kas akan digunakan.
Intinya adalah menentukan arus kas dan posisi kas perusahaan yang
akan terjadi di tengah ketiadaan perubahan kebijakan dividen.
3)
Likuiditas.
Likuiditas perusahaan merupakan pertimbangan utama dalam
banyak keputusan dividen. Karena dividen menunjukkan arus kas keluar,
semakin besar posisi kas dan keseluruhan likuiditas perusahaan, maka
semakin besar kemampuan perusahaan untuk membayar dividen.
Perusahaan yang sedang bertumbuh dan menguntungkan mungkin saja tidak
likuid karena dananya digunakan untuk aktiva tetap dan modal kerja
permanen. Oleh karena pihak manajemen di perusahaan semacam ini biasanya
ingin mempertahankan beberapa perlindungan likuiditas agar dapat memberikan
fleksibilitas keuangan dan perlindungan terhadap ketidakpastian, maka pihak
manajemen mungkin enggan untuk mempertahankan posisi ini dengan membayar
dividen dalam jumlah besar.
4)
Kemampuan untuk Meminjam.
Selain posisi yang likuid, jika perusahaan memiliki
kemampuan untuk meminjam dalam jangka waktu yang relatif singkat, maka dapat
dikatakan perusahaan tersebut fleksibel secara keuangan. Kemampuan untuk
meminjam ini bisa dalam bentuk batas kredit atau perjanjian kredit bergulir
dari suatu bank, atau hanya berupa kesediaan informal dari suatu lembaga
keuangan untuk memberikan kredit. Semakin besar kemampuan perusahaan
untuk meminjam, maka akan semakin besar fleksibilitasnya untuk meminjam, dan
semakin besar pula kemampuannya untuk membayar dividen tunai.
Dengan adanya akses yang mudah ke dana utang, pihak manajemen tidak perlu
terlalu khawatir dengan pengaruh dividen tunai terhadap likuiditasnya.
5)
Batasan-batasan dalam Kontrak Utang.
Syarat perjanjian utang (covenant) sebagai pelindung dalam
kesepakatan obligasi atau perjanjian pinjaman sering kali meliputi batasan
untuk pembayaran dividen. Batasan tersebut ditentukan oleh pihak
pemberi pinjaman untuk menjaga kemampuan perusahaan membayar utang.
Biasanya syarat perjanjian utang dinyatakan sebagai presentase maksimum
laba ditahan kumulatif (yang diinvestasikan kembali) dalam perusahaan.
Ketika larangan semacam ini diberlakukan, maka secara
alami akan mempengaruhi kebijakan dividen perusahaan.
Kadangkala pihak manajemen perusahaan menyambut baik larangan dividen yang
dibebankan oleh pemberi pinjaman, karena pihak manajemen tidak perlu lagi
menjustifikasi penahanan laba kepada para pemegang sahamnya.
Perusahaan hanya perlu menunjukkan batasan tersebut.
6)
Pengendalian.
Jika suatu perusahaan membayar dividen dalam jumlah yang
cukup besar, maka perusahaan perlu mengumpulkan modal di kemudian hari melalui
penjualan saham agar dapat membiayai berbagai peluang investasi yang
menguntungkan. Berdasarkan situasi semacam ini, pihak yang memiliki
kendali atas perusahaan dapat terdilusi jika pemegang saham mayoritas tidak
dapat memesan saham tambahan. Para pemegang saham ini mungkin lebih
menginginkan pembayaran dividen dalam jumlah rendah melakukan pendanaan
investasi melalui laba ditahan. Kebijakan semacam ini mungkin tidak
akan memaksimalkan kesejahteraan seluruh pemegang saham, tetapi tetap paling
menguntungkan bagi kepentingan para pemegang saham mayoritas.
Tipe – tipe Kebijakan Dividen.
a.
Kebijakan dividen dengan presentase
tetap pembayaran dividen tunai (constant – payout – ratio divident policy) adalah kebijakan dividen yang
didasarkan dengan presentase tertentu dari pendapatan. Rasio pembayaran
dividen adalah presentase dari setiap rupiah yang dihasilkan dibagikan kepada
pemilik dalam bentuk tunai, dihitung dengan membagi dividen kas per saham
dengan laba per saham. Jumlah pembayaran dividen dengan presentase tetap
dari EPS akan mempengaruhi posisi harga saham di pasar. Pada
saat laba menurun, pembayaran dividen juga menurun, dan hal ini akan
menyebabkan harga saham menurun.
b.
Kebijakan dividen biasa atau stabil
(reguler dividen policy)
adalah kebijakan dividen yang didasarkan atas pembayaran dividen dengan rupiah
yang tetap dalam satu periode. Seringkali kebijakan ini digunakan dengan
memakai target rasio pembayaran dividen, dimana perusahaan mencoba membayar
dividen dalam persentase tertentu seperti dividen yang dinyatakan dalam rupiah
serta disesuaikan terhadap target pembayaran yang membuktikan terjadinya
peningkatan hasil. Kebijakan ini meniadakan keragu-raguan investor
atau pemegang saham sekaligus menginformasikan bahwa perusahaan dalam keadaan
baik dan lancar. Dengan kebijakan ini pembayaran dividen persaham
hampir tidak pernah turun.
c.
Kebijakan dividen rendah plus ekstra
(low – regular – an extra dividend policy). Menurut kebijakan ini perusahaan membayar dividen
tunai secara rutin setiap periode dalam jumlah yang tetap dan rendah,
jika laba perusahaan periode yang bersangkutan sangat baik maka jumlah
pembayaran tetap tersebut akan ditambah pembayaran dividen ekstra.
Dengan jumlah pembayaran reguler atau biasa yang tetap ini menjamin kepastian
bagi pemilik saham dan arena jumlahnya rendah, hal ini juga akan menentramkan
perusahaan. Bila ada laba yang sangat bagus perusahaan akan
membayarkan ekstra dividen bagi pemegang saham. Pembayaran ekstra ini
akan disambut baik oleh pasar dan akan menaikkan harga saham.
d.
Kebijakan dividen yang fleksibel. Perusahaan menetapkan
besarnya dividen payout ratio setiap tahun disesuaikan dengan posisi finansial
dan kebijakan finansial.
e.
Kebijakan dividen residu. Kebijakan ini untuk
menahan laba untuk membelanjai kesempatan-kesempatan investasi yang memenuhi
persyaratan. Dividen ini untuk menahan laba guna membelanjai
kesempatan-kesempatan investasi yang memenuhi persyaratan. Dividen baru
dibayarkan, jika ada sisa laba setelah semua kesempatan investasi yang memenuhi
persyaratan dibelanjai. Hal yang mendasari kebijakan ini adalah bahwa
para investor lebih senang jika perusahaan menahan laba dan menginvestasikannya
kembali daripada
Tidak ada komentar:
Posting Komentar