Zakat merupakan istilah yang memiliki makna ”Bersih” dan ”Suci” yang berarti membersihkan harta dan membersihkan diri daripada sifat dengki dan dendam terhadap orang kaya.
Zakat mempunyai suatu
sistem struktural yang mampu mengatasi masalah kemiskinan dan mendorong
perkembangan perekonomian masyarakat pada umumnya. Selain itu konsep
zakat mempunyai relevansi dengan sistem ekonomi kerakyatan yang
menguntungkan umat Islam dan dapat memberdayakan perekonominnya.
Sebagai
suatu peningkatan kesadaran dan pengamalan tentang zakat bagi
masyarakat muslim dan pemerintah Indonesia, pada tahun 1999
dikeluarkanlah Undang-undang Zakat Nomor 38 tentang ”Pengelolaan Zakat”
yang disahkan oleh Presiden Habibie. Namun kehadiran Undang-undang Zakat
ini, tidak dirasakan oleh masyarakat implikasinya,karena hanya bersifat
kesadaran bagi para muzakki dan yang diatur didalamnya adalah amil,
untuk melakukan pengelolaan dan pendistribusian zakat.
Pada
dasarnya zakat memiliki fungsi dan potensi yang dapat berperan secara
positif-progressif dalam gerakan ekonomi kerakyatan di Indonesia. Dalam
perkembangannya zakat tidak hanya diperuntukkan bagi delapan golongan
saja,bahkan di dalamnya terdapat unsur seperti yang tercantum dalam
pasal 33, 27 ayat (2) dan pasal 34 UUD 1945. Adapun secara lebih luas,
dana zakat dapat didistribusikan bagi sektor permodalan tanpa bunga
dalam berbagai usaha-usaha ekonomi produktif dan juga zakat dapat
dikembangkan dan dikelola secara professional.
Maka
zakat akan menjadi penopang utama bagi gerakan ekonomi kerakyatan, baik
dalam bentuk koperasi, industri rumah tangga, atau usaha kecil
menengah. Disamping itu zakat dapat diandalkan sebagai penunjang dana
dan mitra pemerintah, yang saat ini sedang menggalakan berbagai macam
upaya ekonomi, yang berbasis pada ekonomi kerakyatan, seperti dengan
mendirikan Kredit Usaha Kecil (KUK), Kredit Usaha Kecil-Menengah (KUKM),
Tabungan Kesejahteraan Keluarga (Takesra) dan Kredit Usaha Keluarga
Sejahtera (Kukesra). Selain itu Zakat sebagai penunjang perkembangan
pertumbuhan bagi peranan Bank Perkreditan Rakyat (BPR), Bank Perkreditan
Rakyat Syariah (BPRS), Bait a1-Mal-wa Tamwil (BMT) dan Bank Mu‟amalat
Indonesia sebagai mitra usaha kelas kecil menengah, yang ditujukan bagi
perbaikan ekonomi masyarakat bawah dan lemah, maka zakatpun dapat
didayagunakan untuk sektor tersebut, baik dikelola langsung oleh Bazis,
ataupun oleh lembaga-lembaga keuangan di atas.
Disamping
itu dana zakat sekaligus juga dapat digunakan untuk memperkuat
pemodalan bagi lembaga-lembaga keuangan yang berkonsentrasi pada
pemberdayaan ekonomi masyarakat kelas bawah, dimana mayoritas mereka
beragama Islam. Hal tersebut juga didukung dengan kenyataan bahwa
golongan fakir miskin merupakan prioritas utama dalam hal pembagian
zakat .
Kemudian
jatah fakir miskin dapat didayagunakan dan dikembangkan ke segala usaha
dalam multi bidang yang dapat memenuhi kebutuhan kemanusiaannya secara
utuh, baik lahiriah maupun batiniah, guna rnenyelamatkan dari jerat
ketidakcukupan dan mengangkat harkat serta martabat kemanusiaannya.
Mengacu
pada kondisi seperti yang diuraikan di atas, zakat dengan segala
potensi daya guna dan kelebihan yang terkandung di dalamnya, kiranya
dapat dikatakan memiliki relevansi yang korelatif bagi pengembangan
ekonomi kerakyatan di Indonesia.
Zakat
sebagai doktrin ibadah mahdhah bagi umat Islam bersifat wajib,
mengandung doktrin sosial ekonomi Islam yang merupakan antitesa terhadap
sistem ekonomi riba.
Dapat
dilihat dari ayat-ayat Al-Quran yang secara tegas memerintahkan
penegakkan zakat dan menjauh pengamalan-pengamalan riba. Pada QS.
Al-Baqarah ayat 274, Allah menegaskan keutamaan infaq (zakat) dan
membelanjakan harta di jalan yang benar, dan buruknya sistem riba. Pada
ayat 275, diterangkan tentang penegasan Allah menghalalkan perdagangan
dan mengharamkan riba, pada ayat 276, Allah menyatakan akan melenyapkan
berkahnya riba dan menyuburkan berkahnya shadaqah (zakat). Pada ayat 277
dan surat al-baqarah Allah menegaskan bahwa zakat adalah solusi bagi
ummat Islam (yang beriman) dan kehidupan yang penuh ketakutan dan
kesusahan. Sistem zakat sebagai suatu sistem ekonomi dalam Islam telah
dipraktekkan dan dibuktikan oleh Nabi Muhammad SAW dan pemerintahan
Khulafa‟ al-Rasidin.
Seperti
diakui oleh para cendikiawan muslim, baik berskala nasional, dan
internasional, bahwa selain ketentuan ibadah murni, zakat juga merupakan
kewajiban sosial berbentuk tolong menolong antara orang kaya dan orang
miskin, untuk menciptakan keseimbangan sosial (equalebre socialle) dan
keseimbangan ekonomi (equalebre econoinique). Sekaligus ditujukan untuk
mewujudkan kesejahteraan, menciptakan keamanan dan ketentraman
Konsep
dasar zakat sebagai mekanisme redistribusi kekayaan dan golongan kaya
kepada kelompok fakir dan miskin perlu mendapat intervensi pemerintah,
karena ibadah zakat bersifat materil, cukup berat dilaksanakan, dan
fakir miskin (golongan dhuafa) sebagai target utama pendistribusian
zakat dapat dipenuhi. Mereka mayoritas rakyat, pemilik hakiki negara dan
kedaulatannya.
Hal
ini perlu ditekankan, agar pemerataan ekonomi dan pembangunan dapat
terealisir secara nyata,untuk lebih terarahnya pendistribusian zakat
yang bertujuan pemerataan ekonomi dan pembangunan, perlu ditopang dengan
suatu badan pengelola zakat yang modern dan profesional.
Merealisasikan
pertanian sebagai kunci kesejahtraan rakyat dan kejayaan Negara di
Indonesia, semestinya pertanian tidak hanya sebagai sektor, tapi yang
ditunjang oleh semua sektor dan menjadi landasan pembangunan ekonomi
Indonesia yang berkelanjutan.
Dengan
demikian diharapkan dapat terciptanya pemerataan kesejahteraan sosial
ekonomi masyarakat, dengan meningkatnya daya beli masyarakat, dan
beredarnya harta kekayaan secara berkeadilan. Pada akhirnya tercipta
stabilitas sosial ekonomi, pembangunan nasional mencapai hasil maksimal
yang dampaknya akan dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia.
Dari berbagai uraian di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:
Ø Undang-undang
Zakat pada dasarnya berisi beberapa hal yang ingin direalisasikan.
Pertama, tentang perlu adanya badan amil zakat yang harus dibentuk
pemerintah pada tingkat wilayah dan daerah sampai ke tingkat kelurahan,
disamping lembaga yang dibentuk oleh yayasan atau badan swasta. Kedua,
tentang pengumpulan zakat dapat dilakukan oleh badan amil dengan cara
menerima atau mengambil dari muzakki atas pemberitahuannya, dan badan
amil dapat bekerjasama dengan pihak bank. Undang-undang ini juga
menjelaskan bahwa penghitungan harta, muzakki dapat meminta batuan pada
badan amil. Undang-undang No. 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat, pasal 11, 12, dan 14.
Ø Zakat
mengandung unsur kesejahteraan bersama, seperti yang tercantum dalam
pasal 33, 27 ayat (2) dan pasal 34 UUD 1945. Bahkan secara lebih luas,
dana zakat dapat didistribusikan bagi sektor permodalan tanpa bunga
dalam berbagai usaha-usaha ekonomi produktif.
Bunyi
pasal 33 adalah: Ayat 1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama
berdasar atas asas kekeluargaan; Ayat 2) Cabang-cabang produksi yang
penting bagi negara dan yang menguasai hidup orang banyak dikuasai oleh
negara; Ayat 3). Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat. Pasal 27 ayat. (2) berbunyi: Tiap-tiap warga negara
berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Adapun pasal 34 berbunyi: Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh Negara
Sumber :
Ekonomi Kerakyatan dan Daya Dukungan Hukum, dalam Republika, edisi 12 November 1998
Konsep
Pengembangan Ekonomi Ummat di Indonesia, dalam Adi Sasono et.al.,
Solusi Atas Problematika Ummat, (Jakarta: Gema Insani Press, 1998), hlm.
75-77.
Syechul Hadi Permono. Pendayagunaan Zakat dalam Rangka Pembangunan Nasiona,l (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1995), hlm 59.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar